July 14, 2014

Cinta? Tuhan?

Hey, bloggie! Long long long time no see... Haha, rasanya sudah sekian abad lamanya gak menyentuh blog ini and I miss it for sure...

Sebenarnya sih lagi gak ada ilham buat nulis apa-apa di sini, tapi kebetulan beberapa hari terakhir ini lagi baca buku dan semalam ketemu satu bagian yang bagus, jadi sepertinya sayang kalau gak dibagi-bagi di blog :)

Bukunya buku lama sih, berjudul Madre, karyanya Dee. Buku yang diterbitkan kira-kira tahun 2011 ini berisikan tigabelas prosa ataupun puisi dari Dee dan sudah tersimpan penuh debu di meja belajar sejak saya beli.

Cerita utamanya berkisah tentang Madre, sebuah adonan biang roti sourdough yang menjadi Ibu bagi roti-roti dari sebuah toko roti tua, Tan de Bekker... Cerita ini berkisah tentang sebuah asimilasi unik dari kultur masyarakat yang tertuang secara ajaib dan penuh kejutan tanpa prolog, tapi sedikit banyak menghadirkan akhir yang bahagia, saat kita bisa menerimanya dengan lapang dada. Tapi, bukan cerita ini yang menggelitik sukma saya kemarin malam...

Ada sebuah prosa pendek, berjudul Semangkuk Acar untuk Cinta dan Tuhan, yang dibuat tahun 2007. Kisah ini nampaknya sebuah refleksi yang dialami Dee sendiri, saat ia di-bombardir dua pertanyaan klise, "Apa itu cinta?" dan "Apa itu Tuhan?"

Dikisahkan kalau tokoh cerita ini sempat menjelaskan jawaban dua pertanyaan itu dengan sensasional dan memukau audiens yang melihatnya, tapi ia pun kembali terpaku saat seorang wartawan kembali mempertanyakan dua tanya ini.

Alhasil, sang tokoh mencoba cara jawab baru dengan melibatkan si penanya, dengan teknik mengupas bawang merah dari semangkuk acar setelah memberikan prolog bahwa jika ingin tahu tentang apa itu Tuhan, kita perlu tahu apa itu cinta dan saat kita tahu apa itu Tuhan, kita pun dengan sendirinya tahu apa itu cinta, mereka bisa diungkapkan bersamaan, sekaligus.

Dan inilah jawaban kedua pertanyaan itu, menurut kisah ini:

Setelah sesi mengupas bawang merah dengan kuku selesai, dengan berlinangan air mata, yang jatuh bukan karena duka atau suka, sang tokoh berkata,

"Inilah cinta, inilah Tuhan. Tangan kita bau menyengat, mata kita perih seperti disengat, dan tetap kita tidak menggenggam apa-apa."

Sambil terisak, yang bukan karena haru bahagia atau haru nelangsa, sang tokoh pun berujar kembali,

"Itulah cinta, itulah Tuhan. Pengalaman, bukan penjelasan. Perjalanan, bukan tujuan. Pertanyaan, yang sungguh tidak berjodoh dengan segala jawaban."

Dan kemudian, wartawan itu meng-konversi-kan jawaban itu menjadi ilustrasi semangkuk acar bawang dalam majalah tempat Ia bekerja dan orang2 pun mengira bahwa bawang itulah perlambang cinta, seperti afrodisiak, untuk memperlancar hubungan bercinta...

Bagi saya, ilustrasi kisah ini sangat mengena, saat saya harus dihadapkan pada pertanyaan yang sama, entah karena saya belum pernah menemukan cinta atau karena saya belum pernah bertemu Tuhan. Namun, dengan jawaban ini, bukan berarti pula saya tak percaya dengan adanya cinta ataupun dengan adanya Tuhan, di dunia.

Bagaimana dengan kamu?

Selamat malam dan selamat berkontemplasi. Selamat mencari apa makna cinta dan apa makna Tuhan, bagimu :)